January 20, 2007
Pernah suatu saat aku terkejut
Mendengar jeritan suara anak kecil
Aku terdiam di saat itu juga
Sambil berfikir, kucari arah suara itu
Hatiku berdegup agak kencang
Aku takut….
Karena tak kutemukan sumber suara itu
Aku menarik nafas panjang
Dan Nafasku berkejaran
Darimana suara itu?
Aku sibuk mencari, namun tak juah kutemukan
Lalu aku lelah dan menyerah
Suara itu, gelak tawa kecil itu…
Ternyata datang dari sana
Suara hatiku, nyanyian kecilku
Masa indahku……
‘* * * ‘
Dan terus kuikuti nyanyian jiwaku
Hingga ku terlupa akan kelembutan hati
Berfikir semua orang akan menyakitiku
Dan bersembunyi di balik ketakutan, kegelisahan
Dalam sepi kujamah perasaanku sendiri
Coba kenali diri….
Melatih diri, berlari di atas lautan onak
Tersenyum giris, mentertawai ketidak mampuan
Ternyata inilah aku!!
‘ * * * ‘
Siapa lagi dirimu
Kenapa coba takutiku
Kenapa kau selalu menggoyahkanku
Aku ingin berdiri, jangan tarik aku lagi dalam keterpurukan
Biarkan aku berjalan tegap
Jangan pernah halangi aku untuk berlari
Biarkan aku memetik bintang itu
Karena aku sudah lama menyusun anak tangga ini
Sekarang aku sudah menemukan arti dari setiap langka kakiku sendiri
Biarkan aku terus menyusun anak tangga
Untuk menaiki langit tertinggiku
Siapa lagi dirimu,
Pergilah!!! Jangan mengusikku
‘ * * * ‘
Apakah aku akan menemaninya dalam ketiadaan?
Atau aku pergi dengan rasa bersalah?
Tapi, aku tetap bersalah karena berbohong
Apa aku harus memapamu?
Sementar aku sendiri tak mampu berdiri
Dan apa aku harus pergi dengan umpatan sedih dalam hati?
Rasa ini sudah mati
Cinta itu sudah tidak ada di hati
Apa lagi yang harus kuakui?
Kau sudah pergi, dan rasa itu juga mati
Kurasakan lelah hatimu
Dan kau terjebak di sana
Keluguhanmu buatku jengah
Adakah cara lain untuk membuat sebuah ketulusan?
Kusadari sepihku tanpa hadirmu,
Dan cintaku juga tak temukan dermaga
Namun, bukan berarti kau segalanya…
‘ * * * ‘
Panjang sudah jalan yang kutempuh
Lelah sudah jiwa ini menanti bintang jatuh
Putus asah sudah hati ini menanti keindahan itu
Sudah tak mampu ku berteriak menyeruhkan
Ku hanya berdiri seperti tonggak batu tak bernurani
Dan menatap sedih melupakan kelembutan hati
Seburuk itu diri ini
Tuhan, ke enggan bergelut dengan emosi
Bagaimana aku mengusik sepi ini??
‘ * * * ‘
Kau kabarkan padaku bagaimana angsa bebulu putih menghadapi angsa berbulu emas yang congkak,
Kau juga kabarkan padaku bagaimana sepi menemanimu,
Dan mengajarimu tentang arti hidup
Kau katakan padaku bahwa kau adalah ksatria tangguh
Dan_kau bukan!
Kau hanya bersembunyi di balik topeng ksatria itu
Kau juga ajarkan padaku, untuk mengakui perasaanku sendiri
Kau buatku menangis dan mengakui cinta
Kau juga yang mengajakku untuk masuk ke dalam dunia sepimu yang indah
Kau juga yang menceritakan padaku, tentang keindahan ketulusan
Dan kau yang membuatku bisa lebih menghargai hidup,
Bahwa: hidupku, hidup kita tidak lama
Kau, semuanya berawal dari kau
Terima kasih, walau kau pergi
Terima kasih, walau hanya sebentar hati ini kau isi
Terima kasih, walau kadang hati ini sulit untuk menjadi seperti yang kau cari
Terima kasih, walau terkadang aku masih seperti batu arca tak bernurani_
Dan senang mempermainkan hati
Karena aku kadang tak mengerti diriku sendiri
Terima kasih, kau akan ada dalam tiap do’aku.
‘ * * * ‘
Dari awal yang kulihat kau adalah kau
Tanpa topeng, dan menakutkan
Sedikitpun kau tidak pernah melintas di benakku
Dan, kau adalah kau yang kulihat
Menakutkan,
Sehingga gula yang kau tebar pun terasa pahit di lidahku
Mataku sudah tertutup;
Dan aku memang menutup mata
Tidak mau melihat dirimu yang lain;
Aku sadar kebencianku buahkan penasaran di benakmu
Mungkin kau suka padaku secara diam-diam,
Tapi, aku tidak boleh besar kepala
Bisa jadi kau hanya penasaran
Tapi, kau perlakukanku yang anggapku menakutkan dengan baik;
Tetap, aku tidak mampu melihat kebaikanku
Mataku tertutup oleh penilaian awal
Waktu seperti angin di musim kemarau antara kita,
Kau pergi, kau minta maaf….
Aku tidak tahu kapan kita bertemu
Dan aku baru bisa melihat;
Kamu baik padaku, kau perlakukanku beda dengan yang lain
Kini, aku takut untuk menutup pu membuka mataku
Karena apa mungkin kita bersua lagi?
Jika bisa dalam keadaan bagaimana kita bersua?
Jika bisa kita berusa, aku hanya ingin tersenyum,
Sambil berkata “ Maaf! “
Kutahu kau akan menebar gula-gula manismu itu lagi
Buat mereka kagum
Dan aku cemburu karena baru menyadari perasaan suka ini.
Mungkin aku menyesal,
Ah, kenapa harus kau??
Biarlah diri ini berjalan sendirian dengan keangkuhan yang sempurnah
Tertawa seolah tak butuh siapa-siapa
Membusungkan dada dan menutup mata
Biarlah aku mengakui salahku
Menyadari keangkuhanku_bahwa aku butuh sinar lain
Untuk sudut hatiku yang masih gelap
Bahwa aku butuh percikan api untuk nyalahkan lilin bathinku
Jika mati tertiup angin…
‘ * * * ‘
Aku berhenti berpikir tentang mimpi-mimpi itu
Dan mulai mengejarnya
Berjalan sendiri diatas batuan-batuan terjal
Tanpa mengenal letih
Aku berhenti berkata tentang mimpi-mimpiku
Dan mulai mengerjakannya
Dengan lantunan do’a lirih ditengah sunyi
Dan diantara gelap gulitanya malam…
Aku mulai belajar jujur tentang suara hatiku
Menuruti hati nuraniku_juga mimpi
Walau aku tak sekuat tebing
Walau jiwaku tak segagah elang
Tapi kekuatan impianku setinggi lagit,
Seindah gemerlap bintang
Hatiku tahu, aku mampu
Jiwaku bangkit untuk tahu, bahwa ini aku!
Aku dengan impian sempurnah.
Dari awal yang kulihat kau adalah kau
Tanpa topeng, dan menakutkan
Sedikitpun kau tidak pernah melintas di benakku
Dan, kau adalah kau yang kulihat
Menakutkan,
Sehingga gula yang kau tebar pun terasa pahit di lidahku
Mataku sudah tertutup;
Dan aku memang menutup mata
Tidak mau melihat dirimu yang lain;
Aku sadar kebencianku buahkan penasaran di benakmu
Mungkin kau suka padaku secara diam-diam,
Tapi, aku tidak boleh besar kepala
Bisa jadi kau hanya penasaran
Tapi, kau perlakukanku yang anggapku menakutkan dengan baik;
Tetap, aku tidak mampu melihat kebaikanku
Mataku tertutup oleh penilaian awal
Waktu seperti angin di musim kemarau antara kita,
Kau pergi, kau minta maaf….
Aku tidak tahu kapan kita bertemu
Dan aku baru bisa melihat;
Kamu baik padaku, kau perlakukanku beda dengan yang lain
Kini, aku takut untuk menutup pu membuka mataku
Karena apa mungkin kita bersua lagi?
Jika bisa dalam keadaan bagaimana kita bersua?
Jika bisa kita berusa, aku hanya ingin tersenyum,
Sambil berkata “ Maaf! “
Kutahu kau akan menebar gula-gula manismu itu lagi
Buat mereka kagum
Dan aku cemburu karena baru menyadari perasaan suka ini.
Mungkin aku menyesal,
Ah, kenapa harus kau??
Biarlah diri ini berjalan sendirian dengan keangkuhan yang sempurnah
Tertawa seolah tak butuh siapa-siapa
Membusungkan dada dan menutup mata
Biarlah aku mengakui salahku
Menyadari keangkuhanku_bahwa aku butuh sinar lain
Untuk sudut hatiku yang masih gelap
Bahwa aku butuh percikan api untuk nyalahkan lilin bathinku
Jika mati tertiup angin…
Aku butuh kehangatan hatinya
Ah, ini adalah jalan terjal dan berkelok
Ini adalah teka-teki hidup yang tak terpecahkan
Selain hati yang terbuka dan penuh cinta
Kukirim cintaku untukmu melalui lantunan do’aku
Ku beri apa yang sudah kau beri padaku
Melalu setiap harapan yang kususun
Jangan lupakan aku, meski nyalah lilinku meredup di hatimu
Karena sinar kecil yang kau tinggalkan masih tetap kujaga nyalanya.
Aromamu juga masih tercium saat kupejamkan mataku
Senyummu juga masih terekam di benakku
Jangan lupakan aku, do’a dan harapanku
Jaga nyala lilin di hatimu
Untuk kau yang di sana, jika tak ada cinta paling tidak pernah kau rasakan cinta.
(Hani/11/01/2007/12:43 am)
Subscribe to:
Posts (Atom)